Senin, 30 September 2013

Jurus Akuisisi Lahan

Tanah merupakan syarat mutlak yang harus dimiliki jika kita ingin menjalankan bisnis properti. Namun banyak pelaku yang kesulitan untuk mendapatkannya karena 
memerlukan biaya yang besar untuk mengakuisisi lahan. Namun ada metode 
yang tepat sehingga Anda dapat menekan modal dalam mendapatkan lahan.

Perlu Anda ketahui ada beberapa cara dalam mendapatkan tanah untuk dibangun menjadi perumahan seperti :

Beli putus.
Ini merupakan cara termudah dalam 
mengakuisisi lahan. Anda tinggal incar lahannya, lakukan tawar menawar, 
cocok harga kemudian bayar. Namun cara ini memerlukan biaya yang sangat 
besar.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan 
dalam membeli tanah yaitu luas lahan. Setelah transaksi, BPN akan 
melakukan pengukuran ulang atas lahan tersebut. Dalam sejarah, luas 
lahan cenderung berkurang, luasnya tidak seperti yang tercantum pada 
sertifikat.

Beli bertahap.
Cara ini sama dengan cara pertama. Namun 
jangka waktu pembayarannya dilakukan beberapa kali sesuai dengan 
kesepakatan bersama. Adapun skema pembayarannya bisa berupa termin 
waktu, berdasarkan progres kegiatan dilapangan ataupun gabungan 
keduanya.
Jika berupa termin waktu, Anda bisa 
melakukan pembayaran, misalnya, 6 kali pembayaran dalam tempo 6 bulan. 
Sedangkan jika berdasarkan progres kegiatan proyek termin pembayarannya 
seperti berikut : tahap pertama berupa tanda jadi/DP, kemudian 
dibayarkan setelah perijinan selesai, tahap pembayaran selajutnya 
setelah sertifikat jadi, kemudian pecah sertifikat dilakukan pembayaran 
sisanya.

Kerjasama pemilikan.
Jika Anda mendapatkan lahan dengan cara kerjasama pemilikan, hal ini merupakn hot deal dalam bisnis properti. Pemilik tanah kita berikan bagi hasil keuntungan atas kepemilikannya 
dan cara pembayarannya berdasarkan unit yang terjual. Anda bisa 
memberikan keuntungan ganda kepada pemilik tanah yaitu mendapatkan uang 
sesuai dengan harga kesepakatan serta mendapatkan tambahan keuntungan 
dari hasil penjualan unit.
Sumber : http://goo.gl/ jOfVig 

ATM Property http://adf.ly/PYeqK

Sabtu, 28 September 2013

Alasan Lain Bisnis Broker Properti

         
          Berbisnis broker properti itu bukan semata-mata menjual beli properti. 
          Bagi sebagian orang, ini adalah pintu masuk untuk berbisnis 
          properti lainnya. Apa sajakah alasan lain itu?

Pertama, Ketika Anda memiliki bisnis broker, maka orang akan mengenal Anda sebagai pebisnis broker. Dengan demikian Anda akan dicari oleh
pemilik properti yang ingin menjualkan propertinya.

Nah, bilamana
properti itu cocok untuk dimainkan sebagai perumahan dan anda memiliki
kemampuan di bidang pengembangan perumahan, kenapa tidak Anda yang
membangun perumahan tersebut?

Kedua, bilamana properti yang diserahkan tersebut cocok untuk menjadi hotel atau properti produktif lainnya, dan kebetulan Anda memiliki
kemampuan untuk mengelola properti produktif tersebut, kenapa tidak Anda tawarkan properti tersebut berikut potensi bisnis yang bisa dimunculkan dan anda menawarkan diri sebagai pengelola properti tersebut dengan
skema bagi hasil.

Ketiga, bilamana properti tersebut undervalue, tentu Anda bisa
menawarkan sesuai dengan harga pasar. Dan selisihnya bisa Anda nikmati
bersama pemilik properti bukan? Atau malah Anda nikmati sendiri?? Monggo sajaĆ¢€¦.

Keempat, bilamana jasa broker Anda memiliki sistem yang kuat dan
baku, knapa tidak Anda mencoba menawarkan kerjasama menggunakan brand
Anda berikut sistem Anda?

 Posted by:

"Pio Lets" vio_lest


           
 
  http:/adf.ly/PYeqK

Kamis, 26 September 2013

KPR Kembali Diperketat, Ini Alasannya

Rabu, 25 September 2013 - 15:36 wib

detail














Ilustrasi. (Foto: Okezone)

JAKARTA - Penyempurnaan ketentuan penyaluran KPR, atau Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) dilatarbelakangi oleh tingginya pertumbuhan kredit ke sektor properti, khususnya kredit untuk rumah tapak dan rumah susun (flat dan apartemen) pasca-penerapan ketentuan LTV/FTV pada pertengahan 2012.

“Tingginya pertumbuhan sektor properti juga mempengaruhi perilaku debitur dalam memanfaatkan kredit/pembiayaan dari bank,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Difi A. Johansyah di Jakarta, Rabu (25/9/0213).

Hal ini, lanjut dia, terlihat dari beberapa indikasi yang menunjukkan penggunaan kredit konsumsi lainnya untuk pembelian properti atau sebagai tambahan uang muka pembelian properti.

Untuk mengantisipasi peningkatan konsentrasi risiko kredit di sektor properti, dengan mempertimbangkan profil risiko debitur/nasabah termasuk kemampuan pelunasan kredit (repayment capacity), ketentuan yang baru akan memberlakukan LTV/FTV dengan persentase yang menurun (regresif).

“Sasaran utama dari pengaturan dimaksud adalah mengantisipasi potensi risiko “gagal bayar” yang disebabkan penurunan kemampuan pelunasan kredit,” jelas dia. (wdi) 

Widi Agustian - Okezone
Berita Terkait: 
ATM Property http://adf.ly/PYeqK

BI: Aturan KPR Berlaku Sama untuk Bank Syariah


detail berita

JAKARTA - Penerapan Loan to Value (LTV) atau Financing to Value (FTV) juga disertai dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pengenaan persyaratan tambahan dalam proses pemberian kredit.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Difi A Johansyah menyatakan, aturan ini berlaku sama(equal treatment), baik untuk bank konvensional maupun bank syariah.

“Persyaratan tambahan tersebut berupa kewajiban calon debitur/debitur untuk melaporkan seluruh fasilitas kredit konsumsi yang terkait dengan pemilikan properti atau beragun properti yang diterima dari bank yang sama atau bank lain ketika mengajukan permohonan kredit, untuk kemudian akan diperhitungkan dalam menentukan urutan fasilitas kredit serta besaran LTV yang dikenakan,” ujar Difi, di Gedung Bank Indonesia, Rabu (25/9/2013).

Ketentuan LTV/FTV yang baru juga mengatur:

1. Perlakuan terhadap debitur suami istri;
2. Perlakuan terhadap fasilitas kredit tambahan (top up) KPP sebelumnya atau pembiayaan baru berdasarkan properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya; serta
3. Larangan bagi bank untuk memberikan fasilitas kredit/pembiayaan tambahan untuk pemenuhan uang muka kredit/pembiayaan pemilikan properti dan/atau kredit/pembiayaan konsumsi beragun properti.

"Selain itu, diatur pula prinsip kehati-hatian dalam pemberian fasilitas kredit/pembiayaan pemilikan properti jika properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh yakni hanya diperkenankan pada pemberian fasilitas kredit pertama," tegas dia. (wdi)
Widi Agustian - Okezone
ATM Property http://adf.ly/PYeqK

7 Aturan KPR Terbaru dari BI


detail berita


JAKARTA - Bank Indonesia (BI) telah menetapkan aturan terkait dengan pengetatan kebijakan penyaluran kredit pemilikan rumah (KPR) atau Loan to Value (LTV).

Seperti dilansir dari keterangan tertulis BI, Rabu (25/9/2013), berikut ini aturan tersebut.




1. Loan to Value (LTV)/Financing to Value (FTV) berlaku untuk:
- Kredit/Pembiayaan Pemilikan Properti (KPP/KPP iB), meliputi KPR/KPR iB, KPRS/KPRS iB, KPRukan/KPRukan iB, dan KPRuko/KPRuko iB; dan
- Kredit/Pembiayaan Konsumsi Beragun Properti (KKBP/KKBP iB).

2. Pengaturan mengenai LTV atau FTV dikecualikan terhadap KPP atau KPP iB dalam rangka pelaksanaan Program Perumahan Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. LTV dan FTV ditetapkan paling tinggi sebagaimana tersaji dalam tabel berikut:

     

4. Penentuan urutan fasilitas kredit/pembiayaan dalam perhitungan LTV/FTV harus memperhitungkan seluruh fasilitas KPP/KPP iB dan KKBP/KKBP iB yang telah diterima debitur/nasabah di bank yang sama maupun bank lainnya.

5. Dalam hal perjanjian KPP/KPP iB antara Bank dan debitur/nasabah mengikat lebih dari 1 (satu) unit properti pada saat bersamaan dan/atau beberapa perjanjian KPP/KPP iB terhadap beberapa properti yang dilakukan pada tanggal yang sama, bank wajib menetapkan urutan fasilitas kredit/pembiayaan berdasarkan urutan nilai agunan dimulai dari nilai agunan yang paling rendah.

6. Pengaturan atas hal-hal yang harus dipenuhi bank dalam rangka melaksanakan pengaturan LTV/FTV, antara lain persyaratan dokumen, perlakuan debitur suami dan istri, dan penerapan prinsip kehati-hatian berupa pengaturan top up kredit atau pembiayaan baru berdasarkan properti yang masih menjadi agunan dari fasilitas KPP iB sebelumnya.

7. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian fasilitas KPP/KPP iB jika properti yang dijadikan agunan belum tersedia secara utuh dimana fasilitas tersebut hanya dapat diberikan untuk fasilitas KPP/KPP iB pertama dan harus memenuhi persyaratan lainnya dalam rangka prinsip kehati-hatian.

(wdi),okezone

ATM Property http://adf.ly/PYeqK