Sebelum masuk ke suatu bisnis, ada baiknya mempelajari perusahaan-perusahaan yang telah terjun lebih dulu dan sukses. Buat analisa mengapa mereka sukses, pa kesalahan yang mereka lakukan, bagaimana pengelolaan SDM di sana, bagaimana leadershipnya, dan lain sebagainya.\
Dalam setiap industri berlaku hukum pareto, 20% mendapatkan yang 80% dari laba. Di industri ritel, pelajarilah Matahari, Ramayana atau MAP. Di industri telekomunikasi, pelajarilah Telkomsel, XL. Di industri internet, belajarlah dari Detikcom, Kaskus. Di industri properti, belajarlah dari Grup Sinarmas, Agung Sedayu. Di industri fashion busana muslim belajarlah dari Shafira, Rabbani. Di industri makanan, belajarlah dari KFC, McDonalds. Di industri penerbitan, belajarlah dari Gramedia, Mizan.
Anda bisa mengunduh laporan keuangan tahunan dari perusahaan-perusahaan besar sebab biasanya laporan keuangan tersebut terbuka untuk publik. Kemudian Anda bisa bandingkan rasio-rasio kunci mereka dengan bisnis saya ketika itu. Laporan keuangan menceritakan banyak hal. Misalnya, produktivitas penjualan per meter persegi, itu bisa jadi patokan berapa mestinya di bisnis kita sendiri. Setelah itu apa yang kita lakukan?
Kuncinya adalah ATM. Amati, Tiru, Modifikasi. Jangan kebablasan menjadi ATP, Amati Tiru Persis. Dengan demikian perusahaan kita tidak 100% meniru. Selanjutnya, masukkan ide kita sendiri dalam hal spesifik yang tidak dimiliki oleh perusahaan-perusahaan itu. Jadilah ATM yang sempurna.
Di era bisnis yang sangat kompetitif sekarang ini, hampir tidak ada perusahaan atau produk yang 100% orisinil. Ini eranya copycat. Samsung Galaxy Tab itu jelas-jelas mengekor kesuksesan iPad, tapi dengan diferensiasi dan nilai tambah yang berbeda.
Apakah iPad idenya orisinil? Tidak. Beberapa tahun lalu juga ada tablet PC beredar di pasaran, tapi tidak sukses. Apple menirunya dan memberikan nilai tambah lain dan sukses. (bn/dari berbagai sumber)