Hukum Komisi Bagi Broker (Makelar)
________________________________________
Membaca kata broker,apa persepsi yang muncul dipikiran kita? Persepsi
kita bisa berarti orang yang suka minta komisi, ada unsur percaloan.
Broker sendiri berarti pedagang perantara. Mungkin takala zaman belum
seperti sekarang, seorang produsen yang menciptakan suatu produk
disebabkan memiliki keterbatasaan waktu dan tenaga untuk menjual dan
memasarkan produknya, kemudian menggunakan jasa broker dengan imbalan
komisi bagi yang mampu membawa pembeli.
Broker bertindak sebagai
pedagang perantara, berfungsi mempertemukan penjual dan pembeli sehingga
mempercepat dan membantu kelancaran proses negoisiasi. Hasil akhir
adalah memperoleh komisi dari jasa layanan mereka.
Broker menjual
informasi tentang apa yang dibutuhkan pembeli, dan mencari
pemasok-pemasok mana yang menyediakan barang kebutuhan tersebut.
Di
bidang property, seorang broker memiliki peran untuk menegosiasikan
penjualan property antara penjual dan pembeli dengan imbalan komisi
tertentu. Sebagai broker professional mereka harus bertindak bagi
kepentingan penjual dan pembeli dan buka untuk dirinya sendiri, selain
itu juga harus bisa menjadi problem solver, mencari solusi bila ada
ketidak sesuaian antara penjual dan pembeli dengan pendekatan win-win
solution.
Prospek mencari listing (maksudnya mencari pemilik yang
sedang/ingin menjual atau menyewa property dan mempercayakan kita untuk
memasarkannya), bisa kita dapatkan melalui kawan, kerabat, iklan baris
disurat kabar, atau lagi jalan-jalan dan menemukan tanda didepan rumah
pemilik. Semuanya itu bisa kita prospek agar bersedia diajak kerja sama
dengan kita. Bila kita mendapatkan pembeli kita tawarkan mau tidak sang
pemilik memberi komisi kepada kita, atau bekerja sama untuk deal harga,
atau sistemnya jual harga dengan cara pemilik menentukan harga terserah
kita mau menjual dengan harga berapa. Selisihnya itu menjadi milik kita.
Bagaimana komisi yang didapatkan broker, halal ataukah tidak? Simak bahasan berikut.
Tinjauan Islam Terhadap Komisi Broker (Makelar)
Coba kita lihat fatwa komisi fatwa Saudi Arabia, Al Lajnah Ad Daimah berikut ini:
Pertanyaan:
أخذت زبونا إلى أحد المصانع أو المحلات لشراء بضاعة، فأعطاني صاحب المصنع
أو المحل عمولة على الزبون. هل هذا المال حلال (العمولة)؟ وإذا زاد صاحب
المصنع مبلغا معينا على كل قطعة يأخذها الزبون، وهذه الزيادة آخذها أنا
مقابل شراء الزبون لهذه البضاعة، فهل هذا جائز؟ إذا كان غير جائز فما هي
العمولة الجائزة؟
Saya pernah membawa seorang konsumen ke salah satu
pabrik atau toko untuk membeli suatu barang. Lalu pemilik pabrik atau
toko itu memberi saya komisi atas konsumen yang saya bawa. Apakah komisi
yang saya peroleh itu halal atau haram? Jika pemilik pabrik itu
memberikan tambahan uang dalam jumlah tertentu dari setiap item yang
dibeli konsumen tersebut, dan saya mau menerima tambahan tersebut
sebagai atas pembelian konsumen tersebut, apakah hal tersebut
dibolehkan? Dan jika hal itu tidak dibolehkan, lalu apakah komisi yang
dibolehkan?
Jawaban:
إذا كان المصنع أو التاجر يعطيك جزءا من
المال على كل سلعة تباع عن طريقك؛ تشجيعا لك لجهودك في البحث عن الزبائن،
وهذا المال لا يزاد في سعر السلعة، وليس في ذلك إضرار بالآخرين ممن يبيع
هذه السلعة، حيث إن هذا المصنع أو التاجر يبيعها بسعر كما يبيعها الآخرون –
فهذا جائز ولا محذور فيه. أما إن كان هذا المال الذي تأخذه من صاحب المصنع
أو المحل، يزاد على المشتري في ثمن السلعة، فلا يجوز لك أخذه، ولا يجوز
للبائع فعل ذلك؛ لأن في هذا إضرار بالمشتري بزيادة السعر عليه.
Jika
pihak pabrik atau pedagang memberi Anda sejumlah uang atas setiap barang
yang terjual melalui diri Anda sebagai balas jasa atas kerja keras yang
telah Anda lakukan untuk mencari konsumen, dan uang tersebut tidak
ditambahkan pada harga barang, dan tidak pula memberi mudharat pada
orang lain yang menjual barang tersebut, di mana pabrik atau pedagang
itu menjual barang tersebut dengan harga seperti yang dijual oleh orang
lain, maka hal itu boleh dan tidak dilarang.
Tetapi, jika uang yang
Anda ambil dari pihak pabrik atau toko dibebankan pada harga barang yang
harus dibayar pembeli, maka Anda tidak boleh mengambilnya dan tidak
boleh juga bagi penjual untuk melakukan hal tersebut. Sebab, pada
perbuatan itu mengandung unsur yang mencelakakan pembeli karena harus
menambah uang pada harga barangnya.
Wabillaahit taufiq. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.[1]
Fatwa di atas menunjukkan bahwa pengambilan komisi dari broker atau makelar (dari pihak buyer/pembeli) dirinci sebagai berikut:
1. Jika komisi bagi broker dibebankan pada harga yang mesti dibayar
pembeli tanpa sepengetahuan pembeli, maka tidak dibolehkan karena
merugikan pembeli.
2. Jika komisi bagi broker tidak dibebankan pada pembeli atau dibebankan pada pembeli dengan seizinnya, maka dibolehkan.[2]
Contoh: Bila A memiliki toko bahan bangunan, yang biasanya menjual
genteng @ Rp 1.000,- (seribu rupiah), akan tetapi karena konsumen B
datang ke toko tersebut dibawa oleh C yang biasanya berprofesi sebagai
tukang bangunan, maka A menjual gentingnya kepada B seharga @ Rp.
1.050,- (seribu lima puluh rupiah), dengan perhitungan: Rp 1.000,-
adalah harga genteng sebenarnya, dan Rp 50,- adalah fee untuk C yang
telah berjasa membawa konsumen ke toko A. Sudah barang tentu, ketika A
menaikkan harga penjualan dari Rp 1.000,- menjadi Rp 1.050,- dengan
perhitungan seperti di atas, tanpa sepengetahuan B. Dengan demikian,
pada kasus seperti ini B dirugikan, karena ia dibebani Rp 50,- sebagai
fee untuk C, tanpa ada kesepakatan terlebih dahulu. Dan ini tentu
bertentangan dengan firman Allah Ta’ala,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا
أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang
batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu.” (QS. An Nisa’: 29)
Adapun bila pemilik toko
memberi fee kepada C tanpa menaikkan harga jual, sehingga tetap saja ia
menjual genteng tersebut seharga @ Rp 1.000,- maka itu tidak mengapa.
Atau, bila sebelumnya pemilik toko memberitahukan kepada pembeli bahwa
harga genting, ditambah dengan fee yang akan diberikan kepada mediator,
dan ternyata pembeli mengizinkan, maka praktek semacam ini
dibenarkan.[3]
Jika broker tadi adalah dari pihak penjual (seller), maka rinciannya sebagai berikut:
1. Jika si broker menaikkan harga tanpa izin atau sepengetahuan si penjual, maka ini tidak dibolehkan.
2. Jika si broker menaikkan harga dengan izin atau sepengetahuan si
penjual (baik kadar kenaikannya diserahkan kepada broker atau ditentukan
oleh pemilik barang), ini dibolehkan.
Broker Harus Jujur dan Amanah
Syaikh Sholeh Al Munajjid hafizhohullah menerangkan, “Hendaklah si
broker (makelar) adalah orang yang paham terhadap info yang ia dapat
dari penjual atau apa yang diinginkan pembeli. Sehingga dari sini ia
tidak merugikan penjual atau juga pembeli, yang awalnya disangka ia
punya info, tak tahunya hanya bualan belaka. Si broker juga harus
memiliki sifat amanah dan jujur. Si broker tidak boleh hanya
menguntungkan salah satu dari keduanya (merugikan lainnya). Jika ada
‘aib (kejelekan) dari produk yang dijual, ia harus menerangkannya dengan
amanah dan jujur. Ia pun tidak boleh melakukan penipuan kepada penjual
atau pembeli.”[4]
Wallahu a’lam bish showab.
Apr 11, 2011Muhammad Abduh Tuasikal, MScMuamalah10
Baca juga: Listing Tanah di Bandung
atm pro.