Sabtu, 20 Juli 2013

Arti Bubble Dalam Properti

 

Istilah yang satu ini kian marak dibicarakan oleh berbagai kalangan masyarakat terutama mereka yang berkecimpung dalam dunia properti. Istilah itu adalah bubble.

Menurut Anton Sitorus, Head of Research Jones Lang LaSalle terminologi bubble properti mengacu pada sebuah keadaan adanya kenaikan harga properti yang sangat signifikan hingga akhirnya melebihi pertumbuhan harga-harga elemen yang lain dalam ekonomi. “Pada akhirnya berujung pada penurunan harga yang secara siginifikan juga,” jelasnya di Jakarta (17/7).

Jadi bubble properti itu kenaikan harga properti yang sangat tajam. “Atau bisa dikatakan kenaikan itu tidak masuk akal hingga pada suatu level tidak bisa bergerak lagi dan akhirnya terjadi penurunan harga,” ungkap Anton.

Sebenarnya dalam membicarakan bubble properti ada dua aspek. Pertama, pertumbuhan harga. Sesuai dengan definisi bubble yang terjadi kenaikan harga yang sangat tajam. Kedua, Hutang. “Saat ini rasio kredit properti masih sangat rendah hingga akhir tahun sekitar 13,6 %. Tahun 1995, sekitar 20% dan 1997 mencapai 17%. Jadi bisa dikatakan masih relatif aman terhadap bubble,” kata Anton.

Sementara rasio kredit properti terhadap PDB Nasional sangat kecil sekitar 4,5% di 2012. Dibandingkan 1997 mencapai 11%. “Bandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia sekitar 31%, Singapore 36%, Hong Kong 42% dan US mencapai 22%,” ungkap Anton.

Todd Lauchlan, Country Head Jones Lang LaSalle Indonesia melihat aspek tersebut, pasar properti di Indonesia masih relatif aman dari dampak kemungkinan crash atau bubble. “Bahkan Indonesia memiliki perkembangan positif di berbagai sektor properti di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini masih akan terus berlanjut dalam tahun-tahun mendatang, didukung oleh fundamental perekonomian dan pertumbuhan bisnis dan industri dalam negeri yang semakin solid,” jelasnya.

Haryanto
Foto: Haryanto
rumah123.com
ATM Property http://adf.ly/PYeqK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar