Selasa, 17 Juni 2014

Kisah Kesuksesan Lewat Bisnis Properti

Beberapa kisah Kesuksesan Lewat Bisnis Properti semoga menjadi motivasi.

 Bosan Menyandang Status Karyawan, Mansur Temukan Kesuksesan Lewat Bisnis Properti
Bosan dengan status karyawan. Mansur (37), pemain pemula asal Pontianak mencoba mengubah nasibnya. Berbekal dorongan teman seprofesi dan sedikit nekat, kini dia memiliki properti sendiri serta mampu menjual rumah sebanyak 350 unit hanya dalam waktu dua bulan.

Mansur pertama kali terjun ke dunia properti atau pengembang perumahan baru sekitar dua tahun yang lalu, tepatnya 2011. Setahun, ia bekerja sebagai tenaga pemasaran pada satu perusahaan properti, dia melihat peluang usaha yang cukup bagus dan setahunnya lagi ia membangun rumah sendiri.
“Sebelum menjadi developer, saya sebagai pekerja dui sebuah perusahaan perumahan selama setahun. Selanjutnya saya bangun perumahan sendiri juga baru berjalan setahun,” ujar Mansur, Pengembang Komplek Kota Raya, Jl Raya Desa Kapur, Kecamatan Sungai Raya, Kabaupaten Kubu Raya, dikutip dari www.bisnis.com.
Mansur  menceritakan bagaimana awalnya ia terjun menjadi pengembang dan berhasil menjual sebanyak 250 unit rumah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahanc(FLPP) dalam waktu yang sangat singkat.
Menurutnya, untuk membangun rumah tidak semudah yang dibayangkan, banyak juga lika-liku yang harus dijalani. Di antaranya, ia pernah ditolak oleh orang hanya gara-gara mau meminjam uang untuk modal beli tanah. Meskipun begitu, dari sekelumit masalah yang dihadapi, ternyata ada satu kenangan unik yang tak bisa dilupakan Mansur, yaitu pernah diomelin karyawan atas negosiasi tanah.
“Saya pernah dimarahi karyawan karena negosiasi beli tanah. Saya tidak berani tawar harga kepada pemilik,” tuturnya.
Waktu itu, Mansur kurang yakin dengan modalnya yang pas-pasan. Tapi atas dorongan karyawan tadi, dia beranikan diri untuk menawar dengan harapan batal. Kendati demikian, rasanya tidak percaya seperti pepatah untung tak disangka, malang tak diduga.
“Pemilik tanah dengan ramah mengatakan kerjakan tanah tersebut, kalau kurang modal. Masalah uangnya bisa dibayar nanti, atau dijadikan jaminan di bank tak masalah jawab pemilik tanah,” kenang Mansur.
Keberhasilan menguasai ratusan hektare tanah tersebut, menjadi akses utama bagi Mansur mengembangkan perumahan FLPP yang merupakan program subsidi pemerintah dengan memiliki tanah yang semakin luas lagi.
Dari lokasi yang dimiliki, pembangunan rumah baru masuk ke-200 unit selama 6 bulan, namun rumah yang terjual sudah mencapai 350 unit dalam jangka waktu dua bulan. Sementara rencana kedepan akan dibangun lagi 200 unit di lokasi yang sama.
Mansur juga membagi strategi, bagaimana kiat-kiat menjual rumah yang banyak dalam waktu yang sangat singkat. Satu di antara cara yang dilakukan adalah memberikan kemudahan uang muka atau DP konsumen dengan cara dicicil. Sebab, ia sangat memahami permasalahan yang dihadapi pembeli selama ini.
“Kami beri kemudahan kepada konsumen di DP. Karena DP yang bisa dicicil dan cukup bayar Rp 1 juta, sudah bisa diwawancara pihak bank,” bebernya.
Mansur menjelaskan, rumah FLPP sesuai ketentuan dijual dengan harg Rp 95 juta, untuk kredit DP ditetapkan 10 persen atau sekitar Rp 10 juta. Dengan begitu, konsumen cukup membayar Rp 1 juta atas DP sehingga sisanya sebesar Rp 9 juta dibayar dengan cara dicicil kepadanya.
Sementara Rp 85 juta tetap cicilnya ke bank dengan jangka waktu pelunasan yang telah disepakati, biasanya selama 15 tahun dengan angsuran Rp 800 ribu per bulan. Adapun kemudahan yang diberikan untuk melunasi DP antara lain, diberi waktu 3 bulan, lunas setelah rumah jadi, atau ketika melakukan akad kredit.
“Konsumen tinggal pilih saja dari tiga cara tersebut. Besaran juga tergantung kemampuan konsumen dengan tiga pilihan itu tanpa dikenakan bunga angsuran. Selain itu, jangan lupa sering berkomunikasi dengan konsumen yang sudah ambil rumah. Karena dia bakal menjadi marketing berjalan,” paparnya.
Meskipun demikian, tetap ada kesulitan yang harus dihadapi pengembang. Menurut Mansur, kendala yang kerap dialamii pengembang, di antaranya adanya perubahan kebijakan dari pemerintah baik pusat maupun daerah, konsumen yang sudah akad kredit susah melunasi kewajibannya, serta sulitnya mencari lahan yang sesuai dengan tipe rumah.
Sementara itu, Mansur membeberkan alasannya tertarik pada usaha properti, khususnya rumah FLPP atau tipe 36. Di antaranya rumah FLPP bersubsidi mempunyai harga lebih terjangkau dibandingkan rumah di atas tipe 36 atau komersial.
Sedangkan alasan lainnya, bisa membantu masyarakat mewujudkan keinginannya memiliki rumah, terutama masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Selain itu, properti merupakan bisnis yang tidak akan pernah mati atau sedang tren saat ini. (bn)

*menjadi developerproperty

Kisah sukses lainnya:

Terinspirasi Ciputra, Kini Syaiful Fadli Jadi Pengusaha Properti Sukses di Palembang

Sosok pemuda ini penuh canda, murah senyum dan sederhana. Pribadi supel dan pandai bergaul membuatnya punya relasi yang luas. Adalah Msg Syaiful Fadli, di usianya yang masih 31 tahun, dia sudah memiliki usaha properti di Palembang yang beromset Rp 10 miliar per tahunnya. Di bawah bendera CV Sehati, Syaiful sedang membangun kompleks perumahan Kencana Hati yang ke-8.
Namun kesuksesan yang diraihnya tidaklah semudah membalik telapak tangan. Jiwa wirausahanya sudah dipupuk sejak dia masih kuliah di jurusan pertambangan Universitas Sriwijaya (Unsri). “Sejak kuliah saya sudah mulai usaha. Saya pernah usaha rental komputer dan berjualan majalah. Saya pinjam pinjam komputer dari kawan dan saya buat rental,” ujarnya.
Inspirasi untuk menjadi usaha properti muncul dari pengusaha Ciputra. Kegemaran mengikuti seminar wirausaha dan membaca kian menguatkan niatnya untuk menjadi entrepreneur atau pengusaha. Waktu itu ada seminar dan beliau mengatakan ingin menjadikan ratusan pengusaha di Indonesia.
"Saya baca buku Robert T Kiyosaki soal bisnis properti yang menjanjikan,” kisahnya.
Lulus dari bangku perkuliahan, pria yang sedang menanti kelahiran anaknya yang ke-2 ini langsung merintis usaha propertinya. Bersama kawan-kawannya jebolan arsitektur dan teknik sipil, Syaiful memulai bisnis renovasinya. Ketiadaan modal usaha tidak membuat Syaiful mundur. Track record yang baik membuat banyak orang rela meminjamkan uang pada Syaiful dan kawan-kawan.
“Saya pinjam dari teman-teman untuk modal sampai Rp 30 juta,” kenangnya. Klien awal Syaiful adalah para dosen Unsri yang hendak merenovasi rumahnya. Selama 2005-2006 jasa renovasi dan pembangunan rumah Syaiful terus berjalan dengan segala dinamikanya.
Usaha pria asli Palembang ini berkembang tatkala mendapat klien kelas kakap. Proyek pembangunan rumah catering senilai Rp 600 juta membuat Syaiful berani membuat CV Sehati pada tahun 2007. “Sekarang saya sudah membangun 200 unit rumah dan ruko di seluruh Palembang. Nilai harga unitnya berkisar antara Rp 200-700 juta,” terangnya.
Syaiful berharap akan banyak pengusaha-pengusaha lain akan muncul di Palembang, Sumatera Selatan. Oleh karena itu dia tidak ragu memberi voucher Rp 1 juta rupiah kepada 8 peserta acara BBC Indonesia Get Inspired untuk mengikuti Entrepreneur Camp di Palembang.
“Pengalaman tak terlupakan saya dulu saat harus mencari pinjaman uang Rp 3 juta untuk gaji tukang. Waktu itu hari Jumat sementara besok Sabtu tukang harus dibayar. Sama istri yang sedang hamil 9 bulan dan waktu itu hujan saya mencari pinjaman. Alhamdulillah sorenya saya bisa dapat pinjaman. Semenjak itu saya pindah waktu gajian tukang jadi hari Senin supaya lebih mudah mengantisipasi kalau terjadi apa-apa,” tuturnya. (bn/detik)

*menjadi developerproperty

 Kisah sukses lainnya:

Windy Arianto, Orang Indonesia yang Sukses Bisnis Properti di Jepang

Prestasi orang Indonesia di Jepang cukup banyak. Hanya saja banyak dari mereka yang low profile, malu-malu tak mau diungkapkan. Satu dari sekian banyak yang berhasil di Jepang, seorang wanita Indonesia kelahiran Jakarta, 11 February 1981, Windy Ariyanto. Berkat dia banyak orang Indonesia terutama pelajar yang tertolong.
Banyak orang asing yang ingin menggunakan jasa perusahaan property (real-estate) terbesar Jepang, namun sering ditolak oleh pemilik rumah. Alasannya, tidak bisa bahasa Jepang, orang Indonesia (asing) dan sebagainya, ketakutan komunikasi kalau terjadi sesuatu. Keadaan tersebut masih saja sama sampai sekarang. Sulit sekali menyewa rumah atau tempat tinggal bagi orang asing, apalagi seorang pelajar Asia yang dianggap tidak punya uang. Tidak seperti di Indonesia, apabila punya uang dengan mudah membayar di muka dan menyewa rumah, tak perlu surat jaminan dari siapa pun.
Itulah sebabnya Windy Ariyanto memilih bisnis ini, membeli sejumlah rumah atau apartemen, lalu menyewakan kepada orang asing terutama orang Indonesia. "Hal positif menyewakan apartemen di Jepang ya karena hukum dan aturan jelas sehingga penyewa tidak bisa merusak barang seenaknya apalagi kabur nggak bayar," paparnya seperti dilansir Tribunnews.
Selain itu tambahnya, pemilik juga tidak bisa seenaknya mengusir penyewa kalau tidak suka.
"Paling penting saya bisa bantu mahasiswa-mahasiswa asing yang memang butuh tempat tinggal, terutama orang Indonesia, di mana mereka sering ditolak sana sini karena tidak bisa bahasa Jepang atau karena orang asing," ungkapnya.
Lalu bagaimana dengan dampak negatif nya, "Apa ya.. ya kalau apartemennya sudah butuh perbaikan dan renovasi saja pasti membutuhkan banyak uang," kata Windy.
Windy tidak meminta deposit money dari awalnya karena memberatkan penyewa.
"Makanya key money-deposit kita tidak minta. Cuma cleaning fee saja buat bersih-bersih kalau sudah ke luar," tambah istri dua anak, perempuan dan lelaki yang baru lahir Oktober 2013, Joshua Minoru Sunarno.
Harga rumah yang disewakan berkisar 45.000 hingga 60.000 yen per bulan (Rp 5,175 juta hingga Rp 6,9 juta). Lokasinya di Tachikawa, ada 2, dibeli tahun 2004, lalu beli di Koenji, Hachioji satu buah, lalu beli lagi di Nakano satu gedung besar dibagi 8 kamar.
"Pada awalnya karena dulu suami waktu kuliah di Jepang kesulitan mencari apato karena ooyasan orang Jepang tidak suka gaijin (orang asing) dan ribet harus ada guarantor macam-macam," ceritanya lagi.
Lalu 7 Januari 2009 dia mendirikan perusahaan Jepang AGS (Ace Global Service Co Ltd) merupakan perusahaan bisnis konsultasi. "Kalau untuk properti kita main pribadi tidak pakai perusahaan. Sedangkan AGS di bidang business consulting untuk perusahaan Jepang yang mau ke Indonesia," jelas Windy.
Selain itu usaha Windy juga memasok tas Indonesia ke Jepang. "Tasnya bahan Indonesia, pakai kain kimono Jepang, disanding dengan yukata/kimono," ungkapnya.
Windy memang orang yang sukses di Jepang, bantuannya kepada masyarakat Indonesia cukup besar khususnya para pelajar yang kesulitan tempat tinggal di Tokyo. Inilah mungkin kelebihan Jepang, di mana orang asing pun dengan mudah bisa memiliki property tanpa permasalahan apapun. Tentu kalau kita punya uang cukup besar.
Sebagai catatan, satu apartemen, tergantung wilayah juga, yang murah biasanya bisa dibeli dengan harga sekitar 5 juta yen satu unit (Rp 575 juta). Apabila memiliki lima property berarti Windy telah investasi di Jepang sedikitnya 25 juta yen (Rp 2,875 miliar). Dengan 12 kamar disewakan apabila penuh dan harga seandainya 45.000 yen sebulan (Rp 5,175 juta), berarti penghasilan Windy pun sebulan sedikitnya 540.000 yen sebulan (Rp 62,1 juta). (as)


*menjadi developerproperty

 Kisah sukses lainnya:

Henry J Gunawan, Raja Properti dari Surabaya

Di kalangan pelaku usaha properti, siapa yang tak kenal dengan nama Henry J. Gunawan? Ketua DPD Realestat Indonesia (REI) Jatim ini dikenal publik luas sebagai salah satu raja properti dari Surabaya. Semua itu bermula dari kiprah Henry J. Gunawan membangun PT Suryainti Permata Tbk (SIIP) dan sejumlah perusahaan lain yang fokus menggarap sektor properti.
Semula, Henry dijuluki sebagai ?Raja Ruko?. Julukan itu tak lepas dari kiprahnya membangun banyak ruko di Surabaya lewat SIIP yang didirikannya pada 1992. SIIP yang semula hanya menjadi penjual tanah, pelan tapi pasti terus berkembang dengan membangun banyak proyek ruko seiring perkembangan ekonomi Surabaya yang terus bertumbuh.
Pada 1997, perusahaan itu memutuskan untuk go public, melepas sahamnya untuk dimiliki publik. Aksi korporasi itu menjadi salah satu milestone yang semakin menguatkan positioning SIIP di bisnis properti yang kian ketat dan kompetitif.
?Bisnis properti adalah bisnis yang punya karakteristik khusus dibanding sektor bisnis lainnya secara umum. Di bisnis properti, momentum sangat penting untuk diperhitungkan, terutama saat merilis proyek-proyek baru,? ujar Henry.
Seiring perkembangan ekonomi, perjalanan bisnis Henry terus berevolusi. Sempat terganjal godaman krisis finansial global pada 2007-2008, Henry kembali bangkit dan terus mencoba berlari kencang. Dampak krisis itu membuat laju penjualan proyek-proyek properti yang dikembangkan Henry menjadi seret. Angka penjualan turun drastis, sejumlah rencana pembangunan proyek juga ditangguhkan.
?Namun, inilah seni berbisnis. Ada pasang-surutnya. Tapi di balik itu semua yang penting kita tetap yakin, tetap optimistis, dan terus bekerja keras untuk kembali bangkit dengan segala perhitungan yang terukur dan detail,? papar Henry.
Setelah krisis, tak butuh waktu lama bagi Henry untuk merilis sejumlah rencana proyek baru. Tak tanggung-tanggung, Henry langsung berusaha meletakkan positioning baru untuk kerajaan bisnis propertinya. Dia membangun sejumlah proyek mewah, seperti kondominium hotel berskala premium. Jangkauan bisnisnya pun kian meluas, dari Surabaya, Jakarta, hingga Bali.
Henry lantas mencetuskan ide untuk membangun The Rich Prada di kawasan Surabaya Barat dengan investasi Rp500 miliar di atas lahan seluas 3 hektare. Proyek ini bakal memiliki 1.000 unit kamar yang menawarkan sensasi kenyamanan tersendiri bagi masyarakat.
Utamakan kenyamanan konsumen
Henry mengakui bisnis properti kian ketat dan kompetitif. Namun, persaingan ketat itu harus dimaknai sebagai pendorong semangat. Termasuk di bisnis kondominium hotel yang kini sedang fokus digarap oleh penggemar olahraga golf itu.
?Yang terpenting dalam bisnis ini adalah memperhatikan kenyamanan konsumen. Sediakan semua apa yang mereka mau dengan harga yang kompetitif. Selain itu, faktor return investasi juga harus diperhatikan karena menjadi salah satu daya tarik mereka dalam membeli aset ini sebagai bagian dari investasi,? jelasnya.
Selain di Surabaya, Henry juga membangun The Rich Prada di Bali. Di Pulau Dewata itu, Henry mengembangkan kondominium hotel bintang lima yang bakal menguatkan kerajaan bisnis propertinya. Proyek premium dengan 911 unit kamar dan vila itu difokuskan untuk membidik para pengusaha papan atas yang ingin memiliki aset mewah di Bali. The Rich Prada Bali mengambil tempat di kawasan yang menjadi tujuan paling diminati di Bali pada masa mendatang, yaitu Pantai Dreamland di kompleks Pecatu Graha.
Di masa mendatang, Henry masih akan mengembangkan sejumlah proyek prestisius, termasuk di ibukota Jakarta. Repositioning yang dilakukan Henry, dari menggarap proyek ruko ke proyek premium, menarik untuk dicermati dan diambil sebagai pelajaran keberhasilan bisnis yang patut dijadikan rujukan.
Alhasil, alih fokus yang dilakukan Henry untuk mengembangkan bisnis propertinya membuat gelar ?Raja Ruko? yang disematkan ke Henry kini mulai bergeser ke ?Raja Hotel?. (bn/kabarbisnis.com)

sumber:  ciputraentrepreneurship.com

 *menjadi developerproperty

Tidak ada komentar:

Posting Komentar